Senin, 16 Juni 2014

Bab 15 Pengembangan Yogyakarta, Tahta Untuk Rakyat

Tahta Untuk Rakyat, adalah buku koleksi ayahku. Buku ini diterbitkan oleh PT Gramedia pada tahun 1982.
Ini buku bercerita tentang Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Jogja. Bagi kalian yang membutuhkan, berikut aku ketikkan kembali.
semoga bermanfaat
salam nalasjebang .... merdeka!

Delfaji Amardika

Bab 15
Pengembangan Yogyakarta

Terdorong oleh berbagai alasan kesehatan, Sultan Hamengku Buwono IX meninggalkan kursi Wakil Presiden RI pada 23 Maret 1978, setelah menjalani masa jabatan selama lima tahun penuh sejak 24 Maret 1973. Agaknya ia merasa saatnya telah tiba baginya untuk "hidup lebih tenang" sambil menekuni berbagai bidang yang terasa dekat di hatinya, seperti bidang olahraga dan pengembangan daerah Yogyakarta.

Dengan demikian bidang-bidang lain di luar urusan pemerintahan yang sejak dulu termasuk dalam lingkupan kegiatannya, seperti bidang kepramukaan, kepariwisataan dan bisnis, baru akan menyusul setelah dua bidang yang disebut terdahulu.

"Dan sebenarnya apa yang diharapkan dari orang berumur 70 tahun yang bermukim di hawa tropik ini? Setelah bekerja terus-menerus selama lebih dari 40 tahun, tentu kesehatan tak seperti dulu lagi dan boleh dong sekarang saya sedikit santai dan memikirkan juga diri sendiri, betul nggak?" demikian ia bergurau ketika menjawab pertanyaan "mengapa mengundurkan diri padahal masih cukup sehat". Dan bagaimana pula andai kata negara masih memerlukan sumbangan tenaganya di waktu-waktu mendatang?

Mengenai pertanyaan terakhir, Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan keyakinannya bahwa dari kalangan yang muda-muda tentu akan timbul kelak tokoh pimpinan yang akan menggantikan orang-orang seperti dirinya. Ia pun menegaskan bahwa mundur dari jabatan resmi tidak berarti kehilangan perhatian terhadap nasib dan perkembangan negara selanjutnya. "Saya telah ikut membangun negara ini, maka rasa tanggung jawab tetap ada sejauh menyangkut keselamatannya, kelangsungan hidupnya", demikian dikatakannya.

Sebagai orang yang telah banyak makan asam-garam kehidupan serta paling sering duduk sebagai anggota Kabinet selama puluhan tahun terakhir ini, Hamengku Buwono IX melihat bahwa di mana pun di dunia kesulitan dewasa ini pada hakekatnya sering bersumber pada kurangnya komunikasi antara pribadi atau kelompok-kelompok. Padahal komunikasi yang baik dan lancar menurut pendapatnya adalah kunci yang teramat penting. Sebagai contoh disebutkannya tentang pengalamannya sebagai raja dan kepala daerah di Yogyakarta. "Dulu sering kali waktu saya habis untuk berbicara saja, mungkin sampai delapan puluh persen dari waktu kerja saya habis untuk menerima orang-orang dari banyak golongan, termasuk generasi muda. Kelihatannya sepele atau seakan-akan memnbuang-buang waktu, tetapi sesungguhnya manfaatnya besar sekali karena dengan demikian masing-masing lalu menyelami, apa yang ada di kepala orang lain atau golongan lain", demikian pengalaman Hamengku Buwono IX.

Demikianlah, membangun komunikasi yang baik telah lama dilaksanakan di daerah Yogya dan telah memperlihatkan hasil yang positif, kata Sultan. Ia menegaskan bahwa dari dulu hingga sekarang, itulah rahasia dari adanya suasana tertib dan tenang di daerahnya, "Dan kini, walau saya sendiri lebih sering berada di Jakarta daripada di Yogya, saya yakin bahwa aparat di sana sudah berjalan dengan baik", demikian Sultan dengan penuh kepercayaan.

Mengenai masa depan Kesultanan Keraton Yogya sendiri dikatakan bahwa keadaan akan berjalan terus seperti ratusan tahun sebelumnya. Artinya Kesultanan akan tetap ada sebagaimana misalnya Kesultanan Cirebon dan lain-lain dengan seorang Sultan yang bertahta dan berfungsi sebagai kepala keluarga Keraton. "Tetapi apakah Sultan itu sekaligus menjadi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana tercantum dalam undang-undang tentang daerah istimewa, itu terserah nanti", demikian Hamengku Buwono IX. Menurut pendapatnya hal ini biasanya dibicarakan bersama pemerintah pusat, sementara selelau harus dilihat pula apakah rakyat setempat juga menyetujuinya.

Selanjutnya adalah kebijaksanaan Sultan yang memerintah untuk menetapkan siapa yang akan menjadi putra mahkota untuk nantinya diangkat menjadi Sultan berikutnya. Untuk Keraton Yogya pada waktu ini putra mahkota belum ditentukan secara final. Tetapi petunjuk ke arah itu telah diberikan ketika putra Hamengku Buwono IX tertua yaitu Herjuno Darpito, yang tahun ini berusia 36 tahun, ditetapkan menjadi Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi.

"Terus terang, apabila seseorang telah diberi gelar Mangkubumi, itu adalah langkah pertama ia dicalonkan untuk menjadi putra mahkota. Tetapi apakah ia benar-benar akan menjadi putra mahkota, masih bergantung penilaian, atau katakanlah periode ia menjadi Mangkubumi adalah periode penjajagan. Saya menilainya, para keluarga pun menilainya, untuk nanti pada pertemuan keluarga, sebagaimana waktu saya dulu, ditetapkan apakah ia bisa diterima atau tidak sebagai putra mahkota", demikian penjelasan selanjutnya tentang calon yang akan menggantikannya. Lamanya masa penilaian itu pun tak ada patokannya.

Mengenang masa lampau, Hamengku Buwono menyebutkan tentang kejadian ketika salah seorang kakeknya, yaitu Hamengku Buwono VII masih hidup tetapi menyerahkan tahta kepada putranya yang menjadi Hamengku Buwono VIII. Karena pada saat yang sama ada dua orang sultan sekaligus, Hamengku Buwono VII lalu keluar Keraton dan menetap di suatu tempat di Ambarukmo. Demikianlah yang terjadi apabila sebelum berusia lanjut sekali seorang sultan ingin "masuk pensiun," biasanya untuk menekuni bidang kerohanian. Karena gelarnya tetap saja sultan, maka akan ada dua orang sultan. Karena itu sultan yang pensiun lalu meninggalkan Keraton dan hidup di luar Keraton.

Di daerah Ambarukmo, Sultan Hamengku Buwono VII bermukim sampai akhir hayatnya. Ia menetap di suatu bangunan yang dewasa ini tampak di sebelah Hotel Ambarukmo. Di kompleks ini berdiri suatu pendopo -- di depan sebuah restoran bernama Bale Kambang -- yang sokogurunya di sebelah barat laut dianggap keramat. Hamengku Buwono VII wafat di sebuah kamar dalam bangunan ini. Didepan kamar ini sampai sekarang selalu diletakkab sesajen. Kamar ini pun dianggap begitu keramat, sehingga tak sembarang orang dapat memasukinya, hingga sekarang.

Pangeran Mangkubumi

Seorang yang di masa depan kemungkinan besar akan memakai gelar Hamengku Buwono X adalah seorang muda berpostur tegap berkulit gelap, yang berharap dapat menyelesaikan studi hukumnya tahun 1982 ini. Dia lah putra lelaki tertua Hamengku Buwono IX bernama Herjuno Darpito yang sejak tahun 1974 telah diberi gelar Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi.

Pangeran ini mengakui bahwa studinya berjalan lambat, sedangkan "adik-adik saya ada yang sudah menjadi sarjana". Kelambatan ini diakibatkan oleh keinginan untuk mencari pengalaman kerja selama studinya berlangsung. Ia kini duduk sebagai direktur utama sebuah pabrik gula di daerah Yogya, tetapi sebelumnya ia paling suka memulai pekerjaan dari nol. "Memanfaatkan fasilitas orang tua tidak enak dan kedudukan katrolan tak memberi kepuasan" adalah pendapat yang dikemukakan oleh seorang calon raja berusia 36 tahun yang kini telah mempunyai tiga orang putri mungil-mungil.

Sebagaimana ayahnya dulu merupakan produk jamannya, Pangeran dan sekaligus pengusaha muda ini juga adalah produk jamannya sendiri. Hanyalah sang waktu yang akan membuktikan apakah dia akan "lulus ujian" dan menduduki singgasana Keraton Yogyakarta dengan sebutan Hamengku Buwono X pada saatnya nanti.

Pengembangan Yogyakarta

Daerah Yogya selama ini dikenal sebagai daerah minus, sementara penduduknya padat. Setelah Banyumas, Yogyakarta adalah kedua terpadat di antara daerah-daerah di Indonesia. Beberapa daerah miskin seperti Gunung Kidul, Bantul dan Sleman memang minus dalam hal beras, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini telah dapat meningkatkan hasil panen ubi singkong sampai surplus melebihi kebutuhan pangan. Kelebihannya ada yang dipasarkan ke Jawa Timur. Apabila sistem pemotongan dapat diperbaiki sehingga dapat dijadikan gaplek kering dan tahan lama, maka kemungkinan untuk diekspor juga besar.

Dalam soal pengembangan daerah ini, Sultan Hamengku Buwono IX bersama unsur-unsur daerah yang ingin menekankan pada modernisasi desa, terutama ke arah usaha-usaha yang mampu meningkatkan kondisi ekonomi rakyat. Rencana pengembangan desa di bidang sarana irigasi mencakup pembuatan dua waduk yang akan ditangani oleh Departemen Pekerjaan Umum. Departemen yang sama juga mengangani pembuatan sarana-sarana lainnya seperti untuk transportasi.

Dengan bantuan Departemen Riset dan Teknologi, Yogya sudah mengadakan percobaan-percobaan hujan buatan. Hasilnya sangat baik, sehingga di beberapa daerah panen singkong menjadi berlipat ganda. Namun apakah biaya hujan buatan yang tinggi memadai untuk meneruskan penggunaan teknologi mutakhir ini, masih diperlukan penelitian lebih jauh.

Pada awal tahun delapan puluhan ini Yogya juga menjajagi kemungkinan untuk mengembangkan proyek pasir besi. Menurut penelitian awal, kadar pasir besi yang terdapat di daerah Kulon Progo sedikit di bawah kadar proyek yang sama di Cilacap, sehingga dalam pelaksanaannya mungkin dapat digabungkan. Sebuah usul telah diajukan kepada Aneka Tambang untuk menangani calon proyek ini, jika prospeknya cukup baik. "Apabila proyek pasir besi ini ternyata dapat terealisir dalam waktu mendatang, dengan deposit selama 50 tahun misalnya, keadaan jelas lebih cerah bagi daerah Yogya," demikian Hamengku Buwono IX dengan nada harapan yang besar.

Tonggak Waktu

Dalam memasuki usia ke-70 tahun, nama Sultan Hamengku Buwono IX masih dijumpai dalam deretan nama pimpinan berbagai usaha bisnis. Misalnya dalam proyek Duta Merlin, atau pengelolaan pabrik gula.

Dalam kegiatan lain, seperti pada dunia kepramukaan, baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional, tempatnya jelas. Banyak orang masih ingat bahwa konsep modern scouting, yang pernah diajukan oleh Indonesia di forum internasional dan diterapkan di berbagai negara, antara lain datang dari Hamengku Buwono IX. Dialah salah seorang pencetusnya. Agaknya kepramukaan ini, yang dikenalnya sebagai padvinderij atau kepanduan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, tetap mempunyai tempat tersendiri dalam sanubarinya. Hanya saja akhir-akhir ini kepramukaan di Indonesia agak kehilangan "romantikanya". Ia pun melihat bahwa daya inisiatif dari para pembinanya perlu ditingkatkan dan dikobarkan kembali.

Kurun waktu yang ada di hadapannya kini akan banyak digunakan untuk meningkatkan prestasi olahraga di Indonesia. Perhatian besar akan diberikan untuk meningkatkan segi pembinaan cabang-cabang olahraga, lebih terarah dan lebih ilmiah dari sebelumnya. Tujuannya ialah agar dunia olahraga Indonesia menjadi pemegang peran yang penting di forum internasional, terutama di Asia. "Kesemrawutan" menurut pendapat Hamengku Buwono IX dapat diatasi apabila olahraga tidak dipolitisir. Dan syarat bagi setiap ketua cabang olahraga ialah adanya pribadi-pribadi yang jujur dan berani membuat keputusan.

Bagaimanapun juga, usia ke-70 merupakan satu tonggak waktu yang besar artinya bagi setiap orang yang beruntung mengalaminya. Memberikan kesempatan bagi seseorang untuk sejenak menengok ke belakang sebagai bekal untuk melangkah terus dengan penuh kematangan.

Sebagai manusia biasa Pak Sultan mempunyai kelebihan-kelebihan, tetapi tak lepas pula dari kekurangan-kekurangan. Puluhan tahun ia telah berkarya dengan memegang puluhan jabatan pula -- baik yang berjalan dan berakhir dengan sukses ataupun sebaliknya. Bagi dirinya sendiri, semuanya itu laksana sebuah cermin.

Kini ia tak lagi menjabat sebagai Menteri, Wakil Presiden atau jabatan resmi lainnya di pemerintahan pusat. Tetapi ia tetap seorang Raja, kepala kerabat Keraton Yogyakarta dan sekaligus Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Dia masih seorang pimpinan Pramuka dan Ketua Umum KONI Pusat. Dia masih... mungkin masih terlalu banyak yang harus dideretkan pada rangkaian kegiatan yang tetap meminta perhatiannya, walaupun hanya merupakan kegiatan sampingan.

Rupanya senja hari belum memberikan kesempatan kepada Hamengku Buwono IX untuk lebih banyak beristirahat dan bergoyang kaki. Masih terlalu banyak orang yang tetap mengharapkan sumbangan tenaga dan pikirannya, masih merasa memerlukan daya reaktif dan sikap tanggapnya pada saat-saat tertentu dengan pikiran dalam benak mereka bahwa, "Ah, Pak Sultan masih ada..." Barangkali tidak lagi dengan semangat dan kegigihan seperti pada tahun-tahun revolusi -- puncak dari segala prestasinya -- tetapi dengan ketenangan dan kematangan sesuai dengan usianya.

Dan ia akan tetap menemukan dirinya bergerak di dua dunianya: yang tradisional dan yang modern dengan penuh tantangan pembaruan. Agaknya ia juga akan tetap mampu memadukan kebesaran Timur dengan kemajuan Barat, sesuai dengan janji yang diucapkannya ketika ia dinobatkan sebagai Sultan Hamengku Buwono IX, 42 tahun yang lampau.

*** kembali ke Daftar Isi Tahta Untuk Rakyat ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar